PENDAHULUAN
Provinsi Kalimantan Selatan
merupakan provinsi yang mayoritas penduduknya beragama Islam di Pulau
Kalimantan. Di sana berdiri kerajaan Islam salah satunya yaitu Kerajaan Banjar
atau Kesultanan Banjar. Hikayat Banjar sebagai salah satu sumber yang banyak
dipakai dalam mempelajari sejarah Banjar, memerlukan seleksi hati-hati karena
merupakan dokumen kerajaan yang ditulis atas perintah raja yang tidak bisa
dilepaskan dengan politik raja yang berkuasa. Tidak ada disebutkannya
tahun-tahun peritiwa atau masa pemerintahan raja-raja di Kerajaan Banjar dalam
Hikayat tersebut, menyebabkan penulis-penulis sejarah tentang Banjar masih
terdapat perbedaan tentang masa-masa pemerintahan raja-raja tersebut.[1]
Dalam studi tentang Islam di
Kalimantan Selatan (Sejarah masuk dan Perkembangannya) terdapat
persoalan-persoalan yang mendasari kajian makalah ini, yaitu meliputi sejarah
masuknya Islam di Kalimantan Selatan dan bagaimana perkembangannya? Bagaimana
cara penyebarannya ? Dan faktor apa saja yang mempengaruhi proses
perkembangannya?.
Di samping itu,
peninggalan-peninggalan sejarah umat islam, ornamen ornamen Islam maupun bukti
fisik, menggelitik inspirasi dan motivasi kita untuk
mengkaji bagaimana Islam di Kalimantan Selatan ( Sejarah
Masuk dan Perkembangannya ). Hal ini menunjukkan bahwa besarnya
jumlah umat Islam Kalimantan Selatan mempunyai korelasi yang signifikan dengan
Islam di Kalimantan Selatan ( Sejarah Masuk dan Perkembangannya).[2]
PEMBAHASAN
A.
Lahirnya Kerajaan Banjarmasin
Kerajaan Banjarmasin pada hakekatnya adalah lanjutan dari Kerajaan
Negara Daha. Maharaja Sukarama yang menggantikan Sekar Sungsang raja pertama di
Negara Daha telah mewasiatkan kepada Patih Aria Tarenggana bahwa apabila ia
meninggal maka yang berhak menggantikannya adalah cucunya yang bernama Raden
Samudera.[3]
Sepeninggalnya Maharaja Sukarama di Negara Daha terjadi kekacauan.
Pangeran Mangkubumi salah seorang putranya berusaha untuk naik tahta. Maka untk
keselamatan Raden Samudera, Patih Aria Terenggana menyuruhnya agar meninggalkan
istana. Karena itu Raden Samudera kemudian harus hidup menyamar sebagai anak
nelayan di daerah orang Serapat, orang Balandian, orang Banjarmasin atau orang
Kuwin.
Pangeran Mangkubumi yang naik tahta menggantikan Maharaja Sukarama,
karena suatu fitnah kemudian dibunuh oleh Pangeran Tumenggung, adiknya sendiri.
Sementara itu Patih Masih penguasa bandar di Banjarmasih (Banjarmasin) yang
mengetahui perihal nasib Raden Samudera kemudian mencarinya untuk dirajakan.
Selanjutnya terdapat kesepakatan lima orang Patih, yakni Patih Masih, Patih
Muhur, Patih Balit, Patih Kuwin dan Patih Balitung untuk merajakan Raden
Samudera di daerah Banjar.
Kesepakatan itu didasari pertimbangan-pertimbangan:
a). Raden Samudera mempunyai hak atas kerajaan, karena wasiat
Maharaja Sukarama agar cucunya (Raden Samudera) yang menggantikannya.
b). Patih Masih dan patih-patih lainnya di daerah Banjar, hendak
melepaskan diri terhadap kewajiban senantiasa mengantar upeti ke Negara Daha.
c). Sehubungan dengan kepentingan perekonomean daerah, Patih Masih
hendak memindahkan kegiatan perdagangan dari bandar muara Bahan ke daerah
Banjar.[4]
Tindakan para Patih yang bersepakat merajakan Raden Samudera
tersebut, menyebabkan timbulnya pertentangan antara Negara Daha dengan Banjarmasih.
Dalam usaha menyeleikan pertentangan tersebut, Raden Samudera atas anjuran
Patih Masih meminta bantuan kepada Kerajaan Islam Demak. Sultan Demak mau
membantu Raden Samudera dengan syarat apabila menang Raden Samudera bersedia
masuk islam.[5]
Berikut ini kutipan dari Hikayat Banjar sehubungan dengan hal
tersebut di atas:
“….maka kata Pangeran Samudera baiklah kita minta bantu pada raja
Demak itu, maka disuruh Patih Balit serta aturan……. membawa surat salam
Pangeran Samudera pada Sultan Demak itu…….”.[6]
Surat yang ditulis dalam bahasa Melayu menggunakan aksara Arab
tersebut berbunyi:
“Salam sembah putera andika Pangeran di Banjarmasin datang kepada
Sultan Demak. Putera andika menantu nugraha minta tolong bantuan tandingan
lawan sampean kerana putera andika berebut kerajaan lawan parnah mamarina yaitu
namanya Pangeran Tumenggung. Tiada dua-dua putera andika yaitu masuk mengula
pada andika maka persembahan putera andika intan 10 biji, pekat 1.000 galung,
tudung 1.000 buah, damar 1.000 kandi, jeranang 10 pikul dan lilin 10 pikul”.[7]
“Maka kata Sultan Demak mau aku mambantu lamun anakku raja
Banjarmasin masuk agama Islam itu lamun tiada mau Islam tiada aku mau
bertolong”
“Sudah itu maka Patih Balit kambali, tiada tersebut di tangah jalan
maka ia datang ke Banjar, maka manghadap lawan Patih Masih kepada Pangeran
Samudera itu, maka diturnyalah sakalian pemblas itu, dan seperti kata Sultan
Demak banyak parkara itu, maka Pangeran Samudera itu mau Islam, dan Patih
Balit, Patih Mohor, Patih Kuin, Patih Balitung sama handak masuk Islam itu
mufakat”[8]
Dalam Hjkayat Banjar disebutkan bahwa kelompok-kelompok yang
membantu Raden Samudera dalam parang melawan Pangeran Tumenggung adalah:
1.
Dengan
kekuatan 40.000 prajurit dengan armada sebanyak 1.000 perahu yang masing-masing
memuat 400 prajurit;[9]
2.
Rakyat
daerah-daerah yang dahulu menjadi taklukan Maharaja Sukarama, daerah-daerah itu
adalah: Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pambuang, Sampit,
Mandawai, Sabangau, Biaju Besar, Biaju Kecil, Karasikan, Kutai, Berau, Pasir,
Pamukan, Pulau Laut, Satui, Hasam-hasam, Kintap, Sawarangan, Tambangan Laut,
dan Tabanio;
3.
Kelompok
pedagang, yakni orang Melayu, orang Cina, orang Bugis, orang Makasar, orang Jawa
yang ada di Banjarmasih.[10]
Disebutkan bahwa akhir dari pertentangan antara Raden Samudera
dengan Pangeran Tumenggung tersebut terjadi dalam suatu insiden di atas perahu
telangkasan, di mana Pangeran Tumenggung menyerahkan tahtanya kepada Raden
Samudera, karena tergetar hatinya menyaksikan kemanakannya merelakan dirinya
dan menyatakan dirinya tidak mau melawannya. Peristiwa tersebut dikuti dengan
penyerahan peralatan kerajaan untuk dibawa ke Banjarmasin. Selanjutnya Raden
Samudera menyerahkan daerah Batang Amandit dan Batang Alai untuk tetap diatur
oleh pamannya Pangeran Tumenggung.
Raden Samudera menetapkan pusat kerajaan itu di Banjarmasin. Ia
kemudian diislamkan oleh seorang Penghulu dari Demak. Dan oleh seorang Arab ia
diberi nama Sultan Suriansyah.[11]
Kerajaan yang dibangun Sultan Suriansyah dan berpusat di
Banjarmasin (Kuin) tersebut oleh Sultan Banjar ke empat (Sultan Mustainullah)
ibu kota kerajaan dipindahkan ke Martapura sejak tahun 1612. Perpindahan
tersebut didasari pertimbangan-pertimbangan bahwa di tempat itu selain tanahnya
bertuah, maka karena tempatnya jauh di pedalaman akan sukar didatangi oleh
orang-orang yang tidak beragama Islam.
Selanjutnya pada masa pemerintahan pemerintahan Tahmidullah bin
Sultan Tamjidillah (1761-1801) penyebaran Islam mengalami kemajuan pesat. Pada
waktu itu di ibu kota Kerajaan Banjar hidup seorang ulama besar bernama Syekh
Muhammad Arsyad Al Banjari.
Salah seorang Sultan Banjar yang dalam masa pemerintahannya
berusaha menanamkan ajaran Islam kepada rakyatnya adalah Sultan Adam
(1825-1857). Melalui Undang-Undang kerajaan yang terkenal dengan nama
Undang-Undang Sultan Adam, ia menyuruh sekalian rakyatnya baik laki-laki maupun
perempuan agar ber-i’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah dan melarang ber-i’tiqad
ahlal bidaat.
Pada tanggal 11 Juni 1860 oleh Belanda, I. N. Nieuwen Huyzen
mengumumkan penghapusan kerajaan di seluruh Kalimantan, termasuk pemerintahan
Kesultanan Banjar,[12] setelah
Sultan Hidayatullah yang sebelumnya bersama Pangeran Antasari mencetuskan
Perang Banjar. Sultan Hidayatullah kemudian diasingkan oleh Belanda ke Cianjur
(Jawa Barat), sedangkan Pangeran Antasari meninggal pada masa perang karena
sakit.
B.
Masuknya Islam Ke Kalimantan Selatan
Di muka telah disebutkan bahwa Sultan Suriansyah diislamkan oeh
seorang Penghulu dari Demak. Peritiwa ini terjadi pada awal abad ke 16, yakni pada
masa awal pemerintahannya. Pengislaman Sultan ini diikuti pula oleh para Patih
dan rakyatnya.
Dalam hikayat Banjar tidak disebutkan siapa nama Penghulu dari
Demak yang mengislamkan/melaksanakan pengtahbisan Raden Samudera sebagai raja
Islam pertama di Kerajaan Banjar. Namun ada yang mengemukakan bahwa ada lima
Imam (Penghulu) Demak selama Kerajaan Demak berdiri, yaitu:
1.
Sunan
Bonang atau Pangeran Bonang, dari 1490 sampai 1506/12.
2.
Makdum
Pembayun dari 1506/12 hingga 1515.
3.
Kiayi
Pembayun dari 1515 sampai 1521.
4.
Penghulu
Rahmatullah dari 1521 hingga 1524.
5.
Sunan
Kudus 1524---
Menurut beliau jika dilihat masa pemerintahan Raden samudera atau
berdirinya Kerajaan Banjar, maka ketika Imam terakhir itulah salah satu di
antara mereka mungkin merupakan tokoh yang hadir untuk mentahbiskan Raden
Samudera.
Sementara itu dalam sejarah Banjar terkenal seorang Penghulu
bernama Khatib Dayyan. Bagi masyarakat Banjar Khatib Dayyan dikenal sebagai
penyebar Islam pertama di Kalimantan Selatan. Ia juga dikatakan sebagai seorang
yang berjasa dalam mengislamkan Raden Samudera dan rakyatnya. Makamnya terdapat
di dalam Kompleks Makam Sultan Suriansyah.
Dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa Mantri Demak dan Penghulu
Demak tersebut setelah mengislamkan Sultan Suriannyah mereka kembali ke Demak.
Oleh karena itu bukan tidak mungkin bahwa Khatib Dayyan adalah orang Banjar
sendiri yang lebih banyak peranannya dalam menyebarkan Islam di Kerajaan Banjar
sesudah Mantri dan Penghulu Demak kebali ke negeri mereka.[13]
Di samping itu ada data-data yang menunjukkan bahwa Islam telah
masuk dan dikenal orang Banjar jauh sebelum peristiwa datangnya Penghulu dari
Demak tersebut:
a. Pada abad ke 15 ketika permintaan cengkih bertambah besar, maka
tanaman ini yang dahulunya hanya merupakan hasil hutan kemudian ditanam di
perkebunan-perkebunan. Usaha perkebunan cengkih yang mula-mula terdapat di
Ternate, kemudian seram dan Ambon. Para pedagang Gujarat yang beragama Islam,
kemudian juga dengan para pedagang Cina yang menurut berita Jing Yai Sheng Lan
tahun 1416 sudah banyak yang beragama islam, dalam perjalanan itu mereka
singgah di bandar-bandar kalimantan Selatan dan Makasar. 22)
b. H. Abdul Muis dalam prasarannya yang berjudul: Masuk dan
Tersebarnya Islam di Kalimantan Selatan, pada Pra Seminar Sejarah Kalimantan
Selatan tahun 1973 mengemukakan bahwa Raden Paku (Sunan Giri) putra Sayid Ishak
pada waktu berumur 23 tahun berlayar ke Pulau Kalimantan di pelabuhan Banjar,
membawa barang dagangan dengan 3 buah kapal bersama dengan juragan Kamboja yang
terkenal dengan nama Abu Hurairah (Raden Burereh). Sesampainya di pelabuhan
Banjar datanglah penduduk berduyun-duyun membeli barang dagangannya, kepada
pendudk fakir miskin barang-barang itu diberikannya dengan Cuma-Cuma. 23).
c. Seperti telah disebutkkan di muka dalam rangka menghadapi
pangeran Tumenggung, Patih Masih telah menasihatkan kepada Raden Samudera untuk
meminta bantuan kepada Kerajaan Islam Demak. Tindakan Patih Masih tersebut
menunjukkan adanya simpati terhadap orang-orang Islam yang sedikit banyaknya
sebagai seorang penguasa bandar telah mengetahui perihal kehidupan
pedagang-pedagang Islam yang pernah datang ke Bandar Masih sebelumnya.
Data-data tentang
adanya pedagang Gujarat dan pedagang Cina yang sudah beragama Islam, yang pada
sekitar awal abad ke 15 dalam perjalanan mereka singgah di pelabuhan-pelabuhan
Kalimantan Selatan, demikian juga adanya berita tentang pedagang Islam dari
Jawa (Raden Paku) yang pernah singgah dan berdagang dan berdagang di pelabuhan
Banjarmasin, juga adanya anjuran Patih Masih agar Raden Samudera meminta
bantuan kepada Sultan Demak, serta adanya kelompok pedagang dari luar seperti
orang Melayu, orang Cina, orang Bugis, orang Makasar, orang Jawa, yang
menyatakan membantu raden Samudera ketika timbul perlawanan terhadap Pangeran Tumenggng,
semua itu menunjukkan bahwa agama Islam sudah masuk ke kalimantan Selatan
melalui para pedagang jauh sebelum bantuan dan Penghulu yang dikirimkan Sultan
Demak sampai di Banjarmasin.[14]
C.
Perkembangan Islam Di Kalimantan Selatan
Penduduk asli
Pulau Kalimantan disebut orang Dayak. Orang Dayak yang mendiami Pulau
Kalimantan tersebut terdiri atas beberapa suku. Masing-masing suku mempunyai
kepercayaan masing-masing. Tetapi pada dasarnya kepercayaan mereka itu
mempunyai persamaan-persamaan yang banyak. Istilah yang populer menyebut
kepercayaan mereka adalah kepercayaan Kaharingan.
Penduduk asli
tersebut kemudian terdesak ke arah pedalaman. Di pesisir barat terdesak oleh
orang-orang Melayu dan Cina, di selatan terdesak oleh orang-orang Melayu dan orang-orang
Jawa, dan di bagian tenggara terdesak oleh orang-orang Bugis, Makasar dan Sulu.
Orang Dayak yang
mendiami daerah-daerah pedalaman Kalimantan tersebut dapat dibagi atas 7 macam
suku, yakni:
1. Suku Dayak Kenya dan Bahau yang mendiami pedalaman Mahakam.
2. Suku Dayak Punan, yang mendiami pedalaman daerah Berau.
3. Suku Dayak Siang, yang mendiami pedalaman Barito Hulu.
4. Suku Dayak Kayan, yang mendiami perbatasan Serawak.
5. Suku Dayak Iban dan Kalemantan, yang mendiami pedalaman Kalbar
dan utara.
6. Suku Dayak Ngaju, yang mendiami pedalaman Kapuas, dengan
suku-suku kecilnya, yakni:
a. Dayak Lawangan, yang mendiami pedalaman Barito Timur.
b. Dayak Manyan, yang mendiami pedalaman Balangan dan Barito
Selatan.
7. Suku Dayak Ot Danum, yang mendiami pedalaman Tumbang Siang,
Tumbang Miri, Tumbang Lahang dan sekitarnya.
Selanjutnya
sehubungan dengan telah terdesaknya penduduk asli tersebut ke daerah pedalaman
oleh suku-suku pendatang, maka ada beberapa pendapat mengatakan suku yang
kemudian mendiami di daerah-daerah pesisir tersebut adalah perpaduan dari
orang-orang dari suku pendatang. Timbulnya suku Banjar kemudian yang mendiami
daerah Kalimantan Selatn adalah keturunan yang lahir dari percampuran
orang-orang Melayu dan Jawa serta Olo (orang) Ngaju yang telah bercampur dan
kawin-mawin selama beberapa generasi di daerah tersebut. Percampuran itu
ditambah lagi dengan pendatang-pendatang lain seperti orang-orang Bugis, Cina,
India dan Arab.
a.
Budaya
Unsur-unsur
animisme (kepercayaan kpd roh yg mendiami semua benda seperti pohon, batu,
sungai, gunung, dsb), dynamisme (kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai
tenaga atau kekuatan yg dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha
manusia dl mempertahankan hidup) dan spiritisme (kepercayaan bahwa roh dapat
berhubungan dng manusia yg masih hidup) atau daemonisme (aliran filsafat etika
yg menafsirkan tujuan manusia sehingga tercapainya kebahagiaan yg paripurna
akibat mekarnya segala potensi manusia)[15]
yakni serba semangat yang terdapat dalam kepercayaan Kaharingan, merupakan
unsur-unsur yang ternyata masih berpengaruh dalam tradisi dalam kehidupan
masyarakat orang Banjar kemudian.
Sementara itu ada
juga data yang menunjukkan adanya hubungan Kerajaan Majapahit dengan daerah
Banjar, yakni terdapatnya nama beberapa tempat di daerah Kalimantan Selatan
dalam daftar daerah-daerah yang menjadi bagian dari kerajaan Majapahit
tersebut. Dalam daftar itu terdapat nama-nama daerah; seperti: Pasir, Baritu
(Barito), Tabalung (Tabalong), dan lain-lain.
Di samping itu dalam
Hikayat Banjar disebutkan bahwa Pangeran Suryanata yang menjadi suami Putri
Junjung Buih, adalah putra raja Majapahit.
Adanya hubungan
antara Majapahit dengan daerah ini, merupakan petunjuk bahwa agama Syiwa-Budha
sampai pula ke daerah Kalimantan Selatan. Hal ini dikuatkan dengan adanya situs
candi-candi di daerah ini, seperti Candi Agung di Negara Dipa (Amuntai) dan
Candi Laras di Negara Daha (Margasari-Rantau). Ditemukannya lingga dan
arca-arca berupa Nandi dan Batar Guru di situs Candi Laras, menunjukkan adanya
unsur-unsur Syiwa yang pernah berkembang di daerah ini.
Dengan demikian
agama Islam yang masuk ke Kalimantan Selatan ini, berkemban pada masa
permulaannya di kalangan masyarakat yang sebelumnya telah dipengaruhi oleh
unsur-unsur Kaharingan dan Syiwa-Budha. Agama Islam yang masuk itu kemudian
dianut oleh sebagian besar masyarakat Kalimantan Selatan, yang sebelumnya telah
menganut kepercayaan Kaharingan, agama Syiwa-Budha atau syncritisme dari
agama-agama tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa ajaran-ajaran Islam yang
mula-mula berkembang di daerah Kalimantan Selatan ini, menghadapi pengaruh dari
unsur-unsur kepercayaan tersebut.
Untuk itu dapat
diikuti kutipan berikut, yakni kebiasaan lama yang dikenal oleh masyarakat di
daerah Banjar:
“Orang meminta
selamat ketika mendirikan rumah, sembuh dari sakit, berlindung dari bahaya yang
ditakuti atau ada hajat yang ingin dikabulkan dan sebagainya, lalu dibutlah
nasi ketan yang ditempa-tempa seperti bentuk stupa dengan inti di puncaknya,
bentuk stupa seperti yang pertama kali dibangun oleh Asoka, atau bentuk gunung
mythologis perlambang pusat dunia dan keindahan, suatu yang dianggap keramat
oleh pemeluk Hindu-Budha.
Upacara sajenan
seperti itu tidak diberantas oleh penyiar Islam di waktu iti, hanya
mantera-mantera yang semula ditujukan kepda roh gaib dan dewa-dewa diganti
dengan do’a dan zikir kepada Allah. Upacara seperti ini di Kalimantan Selatan
dikenal dengan sebutan “halarat”, demikian juga “batumbang”, “baanjur-anjur
dengan 40 macam juadah”, adalah sesajen zaman pra Islam. Acara “badudus”,
“mandi-mandi”, dan “baayun anak” adalah adat di zaman Hindu yang kemudian
dituang dalam tuangan Islam dengan bacaan shalawat kepada Nabi.
Kehidupan Islam
yang berkembang di masyarakat Banjar seperti yang digambarkan di atas menjalani
masa yang cukup lama. Orang Banjar pada umumnya menjunjung tinggi ajaran-ajaran
Islam, tetapi dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ibadah
dan amaliah masih banyak yang belum dapat melepaskan diri dari tradisi-tradisi
kepercayaan dan agama yang berkembang sebelumnya.
Sejak masa
suriansyah proses islamisasi berjalan cepat, sehingga dalam waktu yang
relatiftidak terlallu lama islam sudah menjadi identitas orang banjar.
Perubahan agama istana dari hindu menjadi islam dipandangn oleh rakyat awam
sebagai hal yang sewajarnya saja, dan tidak perlu mrubah loyalitas mereka.
Rupa-rupanya dulu kelompok dayak itu
bertetangga dekat dengan kelompok-kelompok islam, sehingga sebagian kelompok
dayak beralih agama, bahkan orang dayak pun ada yang ikut membantu membangun
masjid. Namun ada juga sebagian yang ikut mengasingkan diri. Dari kehidupan
beda budaya tersebut terjadi pertukaran budaya yang menyebabkan islamisasi
sekelompok suku dayak tertentu, yang makin memeperluas penyebaran islam di
banjar.[16]
b.
Ekonomi
Memasuki abad ke
17 Banjarmasin telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Hal ini terjadi
sehubungan dengan tindakan Kerajaan Mataram yang telah menyerang dan
menghancurkan kota-kota pantai di utara Jawa, sehingga pedagang-pedagang pindah
secara besar-besaran ke Makasar dan Banjarmasin. Dan pada waktu itu pula
terjadi perubahan jalan dagang ke Maluku melalui Makasar, Kalimantan Selatan,
Patani dan Cina, atau dari Makasar dan Banten ke India.
Pada waktu itu
orang Banjar sudah banyak yang melakukan pelayaran berdagang ke luar daerah.
Tradisi berlayar ini memberikan kemungkinan kepada orang Banjar untuk melakukan
ibadah haji ke Mekah dengan menggunakan kapal-kapal sendiri.
Mereka yang pergi
menunaikan ibadah haji ke Mekah tersebut, biasanya tinggal beberapa tahun di
sana sambil belajar pengetahuan agama. Mereka itu kemudian pulang dengan
membawa pengetahuan dan kitab-kitab dari Mekah. Semakin banyak orang Banjar
yang datang dari Mekah semakin banyak pandangan-pandangan baru yang masuk ke
daerah ini.
Di antara
pandangan-pandangan baru yang masuk tersebut terdapat ajaran Sofi Al Hallaj,
yang pernah diajarkan oleh Abdul Hamid di daerah ini. Selain itu telah masuk
pula faham Syiah bersama para pedagang Arab dari suku Baalwi ke daerah ini.
Sisa-sisa dari faham tersebut masih terdapat tradisi orang Islam di daerah ini,
seperti pemakaian gelar Sayyid, penghormatan yang khusus terhadap turunan Ali
dngan melakukan acara-acara tertentu, dan lain sebagainya. Di samping hal-hal
tersebut di atas, maka pada waktu orang-orang Banjar telah banyak yang pergi
haji tersebut, masuk juga nilai-nilai baru dalam aliran Ahlussunnah wal Jama’ah
aliran Islam yang telah berkembang sebelumnya.
Tetapi sampai pada
awl abad ke 18 nilai-nilai baru yang masuk bersama orang-orang yang datang dari
Mekah tersebut tidak banyak tampak dalam masyarakat. Usaha pembaharuan dan penyebaran
agama Islam yang bersumber langsung dari Mekah tersebut baru dimulai pada
pertengahan abad ke 18, yakni oleh seorang ulama kelahiran Martapura yang lebih
30 tahun memperdalam ilmu agama di Mekah dan Madinah, Syekh Muhammad Arsyad Al
Banjari.
Usaha perdagangan
besar dan menengah pada zaman kerajaan mungkin sekali dilakukan oleh para
bangsawan tinggi, pembesar-pembesar kerajaan dan saudagar, disamping tentu saja
saudagar-daudagar asing. Barang atau hasil produk rakyat yang dikuasainya, yang
menjualnya kembali kepada saudagar baik luar daerah maupun luar negri. Usaha
ekspor dan impor ini juga dilakukan oleh padagang-pedagang pendatang yaitu
pedagang pedagang eropa, cina jawa, dan lain-lain.[17]
Karena semakin luas dan berkembangnya jalur perdagangan, hal ini juga
mempengaruhi islam di wilayah lain untuk berinteraksi dengan penduduk asli
banjar maupun penduduk pendatang yang ada di banjar sehingga budaya islam luar
juga bercampur dengan budaya yang ada di banjar.
KESIMPULAN
1.
Masuknya
agama Islam ke Kalimantan Selatan tidak identik dengan berdirinya Kerajaan
Banjar (Banjarmasin):
a.
Islam
masuk ke Kalimantan Selatan setidak-tidaknya pada awal abad ke 15, bersama
datangnya pedagang-pedagang Gujarat dan Cina yang singgah berdagang di
bandar-bandar Kalimantan Selatan;
b.
Kerajaan
Banjar adalah kerajaan Islam pertama di Kalimantan selatan. Rajanya berna Raden
Samudera, yang setelah beragama Islam bernama Sultan Suriansyah. Memerintah
sekitar tahun 1526-1550;
c.
Sejak
berdirinya Kerajaan Banjar penyebaran Islam dilakukan lebih giat dan meluas.
Pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah terkenal seorang yang berjasa dalam
penyebaran Islam di Kalimantan Selatan bernama Khatib Dayyan.
2.
Masyarakat
Kalimantan selatan yang mula-mula menerima ajaran Islam tersebut, masih tidak
dapat melepaskan diri dari unsur-unsur kepercayaan lama (Kaharingan,
Syiwa-Budha). Kegiatan-kegiatan mereka yang berhubungan dengan ibadah dan
amaliah dalam keagamaan masih dipengaruhi oleh tradisi-tradisi kepercayaan yang
pernah berkembang sebelumnya.
3.
Pembaharuan-pembaharuan
dan penyebaran ajaran Islam yang langsung bersumber dari Mekah baru dimulai
pada awal abad ke 18, yakni oleh Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. Dalam usaha
penyebaran ajaran Islam tersebut beliau melakukan pengajian dan penyebaran anak
cucu /murid-muridnya ke daerah-daerah pedalaman Kalimantan Selatan, di samping
juga menulis buku-buku agama yang kemudian tersebar di beberapa daerah di
Nusantara bahkan sampai dan digunakan di beberapa negara Asia tenggara.[18]
DAFTAR PUSTAKA
Alfani, Daud. Islam dan
Masyarakat Banjar- deskripsi dan analisa kebudayaan banjar. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada,1997.
http://dellasejarah.blogspot.com/2010/10/zaman-baru.html, diakses
pada 22 Februari 2015.
http://fenomenalogis.blogspot.com/2014/12/islam-di-kalimantan-selatan-sejarah.html,
diakses pada 22 Februari 2015.
http://hadizomponk.blogspot.com/, diakses pada 22 Februari 2015.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar, diakses pada 22
Februari 2015.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kalimantan, diakses pada 22
Februari 2015.
http://ramlinawawiutun.blogspot.com/2009/04/perkembangan-islam-di-kalimantan.html,
diakses pada 22 Februari 2015.
http://ramlinawawiutun.blogspot.com/2009/04/perkembangan-islam-di-kalimantan.
, diakses pada 22 Februari 2015.
http://sophieannysa.blogspot.com/2013/12/bab-i-pendahuluan-1.html,
diakses pada 22 Februari 2015.
http://vandjava.blogspot.com/, diakses pada 22 Februari 2015.
http://www.artikata.com/index.php, diakses pada 22 Februari 2015.
http://www.bukupr.com/2011/10/kerajaan-kesultanan-banjar.html?m=,
diakses pada 22 Februari 2015.
http://www.scribd.com/doc/95975180/Perkembangan-Islam-Di-Kalimantan-Selatan#scribd,
diakses pada 22 Februari 2015.
https://baguskurniawan8.wordpress.com/2014/06/29/sejarah-masuknya-islam-di-kalimantan/,
diakses pada 22 Februari 2015.
Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta:
Balai Pustaka, 2010.
Tim Sahabat, Datu Datu Terkenal Kalimantan Selatan. Kandangan:
Sahabat, 2010.
[2]http://fenomenalogis.blogspot.com/2014/12/islam-di-kalimantan-selatan-sejarah.html diakses pada 22 February 2015
[6]http://www.scribd.com/doc/95975180/Perkembangan-Islam-Di-Kalimantan-Selatan#scribd diakses pada 22 Februari 2015
[7]http://hadizomponk.blogspot.com/ diakses pada 22
Februari 2015
[8]http://ramlinawawiutun.blogspot.com/2009/04/perkembangan-islam-di-kalimantan.html
diakses pada 22 Februari 2015
[10]http://www.bukupr.com/2011/10/kerajaan-kesultanan-banjar.html?m=1
diakses pada 22 Februari 2015
[12]http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kalimantan
diakses pada tanggal 22 Februari 2015
[13]https://baguskurniawan8.wordpress.com/2014/06/29/sejarah-masuknya-islam-di-kalimantan/ diakses pada 22 Februari 2015
[14]http://vandjava.blogspot.com/ diakses pada 22 Februari
2015
The Best Casinos in Las Vegas, Nevada (MapYRO)
BalasHapusFind the best casinos 순천 출장마사지 in Las Vegas, Nevada (MapYRO). 전주 출장마사지 The 원주 출장샵 Wynn Las 대구광역 출장샵 Vegas Casino is located on the 서울특별 출장샵 northern end of the strip of Las Vegas Boulevard and