Senin, 06 April 2015

Sejarah Islam Kalimantan Selatan



PENDAHULUAN
Provinsi Kalimantan Selatan merupakan provinsi yang mayoritas penduduknya beragama Islam di Pulau Kalimantan. Di sana berdiri kerajaan Islam salah satunya yaitu Kerajaan Banjar atau Kesultanan Banjar. Hikayat Banjar sebagai salah satu sumber yang banyak dipakai dalam mempelajari sejarah Banjar, memerlukan seleksi hati-hati karena merupakan dokumen kerajaan yang ditulis atas perintah raja yang tidak bisa dilepaskan dengan politik raja yang berkuasa. Tidak ada disebutkannya tahun-tahun peritiwa atau masa pemerintahan raja-raja di Kerajaan Banjar dalam Hikayat tersebut, menyebabkan penulis-penulis sejarah tentang Banjar masih terdapat perbedaan tentang masa-masa pemerintahan raja-raja tersebut.[1]
Dalam studi tentang Islam di Kalimantan Selatan (Sejarah masuk dan Perkembangannya) terdapat persoalan-persoalan yang mendasari kajian makalah ini, yaitu meliputi sejarah masuknya Islam di Kalimantan Selatan dan bagaimana perkembangannya? Bagaimana cara penyebarannya ? Dan faktor apa saja yang mempengaruhi proses perkembangannya?.         
Di samping itu, peninggalan-peninggalan sejarah umat islam, ornamen ornamen Islam maupun bukti fisik, menggelitik inspirasi dan motivasi    kita   untuk   mengkaji   bagaimana   Islam di Kalimantan Selatan    ( Sejarah Masuk dan Perkembangannya ).   Hal ini menunjukkan bahwa besarnya jumlah umat Islam Kalimantan Selatan mempunyai korelasi yang signifikan dengan Islam di Kalimantan Selatan ( Sejarah Masuk dan Perkembangannya).[2]




PEMBAHASAN
A.                Lahirnya Kerajaan Banjarmasin
Kerajaan Banjarmasin pada hakekatnya adalah lanjutan dari Kerajaan Negara Daha. Maharaja Sukarama yang menggantikan Sekar Sungsang raja pertama di Negara Daha telah mewasiatkan kepada Patih Aria Tarenggana bahwa apabila ia meninggal maka yang berhak menggantikannya adalah cucunya yang bernama Raden Samudera.[3]
Sepeninggalnya Maharaja Sukarama di Negara Daha terjadi kekacauan. Pangeran Mangkubumi salah seorang putranya berusaha untuk naik tahta. Maka untk keselamatan Raden Samudera, Patih Aria Terenggana menyuruhnya agar meninggalkan istana. Karena itu Raden Samudera kemudian harus hidup menyamar sebagai anak nelayan di daerah orang Serapat, orang Balandian, orang Banjarmasin atau orang Kuwin.
Pangeran Mangkubumi yang naik tahta menggantikan Maharaja Sukarama, karena suatu fitnah kemudian dibunuh oleh Pangeran Tumenggung, adiknya sendiri. Sementara itu Patih Masih penguasa bandar di Banjarmasih (Banjarmasin) yang mengetahui perihal nasib Raden Samudera kemudian mencarinya untuk dirajakan. Selanjutnya terdapat kesepakatan lima orang Patih, yakni Patih Masih, Patih Muhur, Patih Balit, Patih Kuwin dan Patih Balitung untuk merajakan Raden Samudera di daerah Banjar.
Kesepakatan itu didasari pertimbangan-pertimbangan:
a). Raden Samudera mempunyai hak atas kerajaan, karena wasiat Maharaja Sukarama agar cucunya (Raden Samudera) yang menggantikannya.
b). Patih Masih dan patih-patih lainnya di daerah Banjar, hendak melepaskan diri terhadap kewajiban senantiasa mengantar upeti ke Negara Daha.
c). Sehubungan dengan kepentingan perekonomean daerah, Patih Masih hendak memindahkan kegiatan perdagangan dari bandar muara Bahan ke daerah Banjar.[4]

Tindakan para Patih yang bersepakat merajakan Raden Samudera tersebut, menyebabkan timbulnya pertentangan antara Negara Daha dengan Banjarmasih. Dalam usaha menyeleikan pertentangan tersebut, Raden Samudera atas anjuran Patih Masih meminta bantuan kepada Kerajaan Islam Demak. Sultan Demak mau membantu Raden Samudera dengan syarat apabila menang Raden Samudera bersedia masuk islam.[5]
Berikut ini kutipan dari Hikayat Banjar sehubungan dengan hal tersebut di atas:
“….maka kata Pangeran Samudera baiklah kita minta bantu pada raja Demak itu, maka disuruh Patih Balit serta aturan……. membawa surat salam Pangeran Samudera pada Sultan Demak itu…….”.[6]
Surat yang ditulis dalam bahasa Melayu menggunakan aksara Arab tersebut berbunyi:
“Salam sembah putera andika Pangeran di Banjarmasin datang kepada Sultan Demak. Putera andika menantu nugraha minta tolong bantuan tandingan lawan sampean kerana putera andika berebut kerajaan lawan parnah mamarina yaitu namanya Pangeran Tumenggung. Tiada dua-dua putera andika yaitu masuk mengula pada andika maka persembahan putera andika intan 10 biji, pekat 1.000 galung, tudung 1.000 buah, damar 1.000 kandi, jeranang 10 pikul dan lilin 10 pikul”.[7]
“Maka kata Sultan Demak mau aku mambantu lamun anakku raja Banjarmasin masuk agama Islam itu lamun tiada mau Islam tiada aku mau bertolong”
“Sudah itu maka Patih Balit kambali, tiada tersebut di tangah jalan maka ia datang ke Banjar, maka manghadap lawan Patih Masih kepada Pangeran Samudera itu, maka diturnyalah sakalian pemblas itu, dan seperti kata Sultan Demak banyak parkara itu, maka Pangeran Samudera itu mau Islam, dan Patih Balit, Patih Mohor, Patih Kuin, Patih Balitung sama handak masuk Islam itu mufakat”[8]
Dalam Hjkayat Banjar disebutkan bahwa kelompok-kelompok yang membantu Raden Samudera dalam parang melawan Pangeran Tumenggung adalah:
1.      Dengan kekuatan 40.000 prajurit dengan armada sebanyak 1.000 perahu yang masing-masing memuat 400 prajurit;[9]
2.      Rakyat daerah-daerah yang dahulu menjadi taklukan Maharaja Sukarama, daerah-daerah itu adalah: Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pambuang, Sampit, Mandawai, Sabangau, Biaju Besar, Biaju Kecil, Karasikan, Kutai, Berau, Pasir, Pamukan, Pulau Laut, Satui, Hasam-hasam, Kintap, Sawarangan, Tambangan Laut, dan Tabanio;
3.      Kelompok pedagang, yakni orang Melayu, orang Cina, orang Bugis, orang Makasar, orang Jawa yang ada di Banjarmasih.[10]
Disebutkan bahwa akhir dari pertentangan antara Raden Samudera dengan Pangeran Tumenggung tersebut terjadi dalam suatu insiden di atas perahu telangkasan, di mana Pangeran Tumenggung menyerahkan tahtanya kepada Raden Samudera, karena tergetar hatinya menyaksikan kemanakannya merelakan dirinya dan menyatakan dirinya tidak mau melawannya. Peristiwa tersebut dikuti dengan penyerahan peralatan kerajaan untuk dibawa ke Banjarmasin. Selanjutnya Raden Samudera menyerahkan daerah Batang Amandit dan Batang Alai untuk tetap diatur oleh pamannya Pangeran Tumenggung.
Raden Samudera menetapkan pusat kerajaan itu di Banjarmasin. Ia kemudian diislamkan oleh seorang Penghulu dari Demak. Dan oleh seorang Arab ia diberi nama Sultan Suriansyah.[11]
Kerajaan yang dibangun Sultan Suriansyah dan berpusat di Banjarmasin (Kuin) tersebut oleh Sultan Banjar ke empat (Sultan Mustainullah) ibu kota kerajaan dipindahkan ke Martapura sejak tahun 1612. Perpindahan tersebut didasari pertimbangan-pertimbangan bahwa di tempat itu selain tanahnya bertuah, maka karena tempatnya jauh di pedalaman akan sukar didatangi oleh orang-orang yang tidak beragama Islam.
Selanjutnya pada masa pemerintahan pemerintahan Tahmidullah bin Sultan Tamjidillah (1761-1801) penyebaran Islam mengalami kemajuan pesat. Pada waktu itu di ibu kota Kerajaan Banjar hidup seorang ulama besar bernama Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
Salah seorang Sultan Banjar yang dalam masa pemerintahannya berusaha menanamkan ajaran Islam kepada rakyatnya adalah Sultan Adam (1825-1857). Melalui Undang-Undang kerajaan yang terkenal dengan nama Undang-Undang Sultan Adam, ia menyuruh sekalian rakyatnya baik laki-laki maupun perempuan agar ber-i’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah dan melarang ber-i’tiqad ahlal bidaat.
Pada tanggal 11 Juni 1860 oleh Belanda, I. N. Nieuwen Huyzen mengumumkan penghapusan kerajaan di seluruh Kalimantan, termasuk pemerintahan Kesultanan Banjar,[12] setelah Sultan Hidayatullah yang sebelumnya bersama Pangeran Antasari mencetuskan Perang Banjar. Sultan Hidayatullah kemudian diasingkan oleh Belanda ke Cianjur (Jawa Barat), sedangkan Pangeran Antasari meninggal pada masa perang karena sakit.


B.                 Masuknya Islam Ke Kalimantan Selatan
Di muka telah disebutkan bahwa Sultan Suriansyah diislamkan oeh seorang Penghulu dari Demak. Peritiwa ini terjadi pada awal abad ke 16, yakni pada masa awal pemerintahannya. Pengislaman Sultan ini diikuti pula oleh para Patih dan rakyatnya.
Dalam hikayat Banjar tidak disebutkan siapa nama Penghulu dari Demak yang mengislamkan/melaksanakan pengtahbisan Raden Samudera sebagai raja Islam pertama di Kerajaan Banjar. Namun ada yang mengemukakan bahwa ada lima Imam (Penghulu) Demak selama Kerajaan Demak berdiri, yaitu:
1.      Sunan Bonang atau Pangeran Bonang, dari 1490 sampai 1506/12.
2.      Makdum Pembayun dari 1506/12 hingga 1515.
3.      Kiayi Pembayun dari 1515 sampai 1521.
4.      Penghulu Rahmatullah dari 1521 hingga 1524.
5.      Sunan Kudus 1524---
Menurut beliau jika dilihat masa pemerintahan Raden samudera atau berdirinya Kerajaan Banjar, maka ketika Imam terakhir itulah salah satu di antara mereka mungkin merupakan tokoh yang hadir untuk mentahbiskan Raden Samudera.
Sementara itu dalam sejarah Banjar terkenal seorang Penghulu bernama Khatib Dayyan. Bagi masyarakat Banjar Khatib Dayyan dikenal sebagai penyebar Islam pertama di Kalimantan Selatan. Ia juga dikatakan sebagai seorang yang berjasa dalam mengislamkan Raden Samudera dan rakyatnya. Makamnya terdapat di dalam Kompleks Makam Sultan Suriansyah.
Dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa Mantri Demak dan Penghulu Demak tersebut setelah mengislamkan Sultan Suriannyah mereka kembali ke Demak. Oleh karena itu bukan tidak mungkin bahwa Khatib Dayyan adalah orang Banjar sendiri yang lebih banyak peranannya dalam menyebarkan Islam di Kerajaan Banjar sesudah Mantri dan Penghulu Demak kebali ke negeri mereka.[13]
Di samping itu ada data-data yang menunjukkan bahwa Islam telah masuk dan dikenal orang Banjar jauh sebelum peristiwa datangnya Penghulu dari Demak tersebut:
a. Pada abad ke 15 ketika permintaan cengkih bertambah besar, maka tanaman ini yang dahulunya hanya merupakan hasil hutan kemudian ditanam di perkebunan-perkebunan. Usaha perkebunan cengkih yang mula-mula terdapat di Ternate, kemudian seram dan Ambon. Para pedagang Gujarat yang beragama Islam, kemudian juga dengan para pedagang Cina yang menurut berita Jing Yai Sheng Lan tahun 1416 sudah banyak yang beragama islam, dalam perjalanan itu mereka singgah di bandar-bandar kalimantan Selatan dan Makasar. 22)
b. H. Abdul Muis dalam prasarannya yang berjudul: Masuk dan Tersebarnya Islam di Kalimantan Selatan, pada Pra Seminar Sejarah Kalimantan Selatan tahun 1973 mengemukakan bahwa Raden Paku (Sunan Giri) putra Sayid Ishak pada waktu berumur 23 tahun berlayar ke Pulau Kalimantan di pelabuhan Banjar, membawa barang dagangan dengan 3 buah kapal bersama dengan juragan Kamboja yang terkenal dengan nama Abu Hurairah (Raden Burereh). Sesampainya di pelabuhan Banjar datanglah penduduk berduyun-duyun membeli barang dagangannya, kepada pendudk fakir miskin barang-barang itu diberikannya dengan Cuma-Cuma. 23).
c. Seperti telah disebutkkan di muka dalam rangka menghadapi pangeran Tumenggung, Patih Masih telah menasihatkan kepada Raden Samudera untuk meminta bantuan kepada Kerajaan Islam Demak. Tindakan Patih Masih tersebut menunjukkan adanya simpati terhadap orang-orang Islam yang sedikit banyaknya sebagai seorang penguasa bandar telah mengetahui perihal kehidupan pedagang-pedagang Islam yang pernah datang ke Bandar Masih sebelumnya.
            Data-data tentang adanya pedagang Gujarat dan pedagang Cina yang sudah beragama Islam, yang pada sekitar awal abad ke 15 dalam perjalanan mereka singgah di pelabuhan-pelabuhan Kalimantan Selatan, demikian juga adanya berita tentang pedagang Islam dari Jawa (Raden Paku) yang pernah singgah dan berdagang dan berdagang di pelabuhan Banjarmasin, juga adanya anjuran Patih Masih agar Raden Samudera meminta bantuan kepada Sultan Demak, serta adanya kelompok pedagang dari luar seperti orang Melayu, orang Cina, orang Bugis, orang Makasar, orang Jawa, yang menyatakan membantu raden Samudera ketika timbul perlawanan terhadap Pangeran Tumenggng, semua itu menunjukkan bahwa agama Islam sudah masuk ke kalimantan Selatan melalui para pedagang jauh sebelum bantuan dan Penghulu yang dikirimkan Sultan Demak sampai di Banjarmasin.[14]

C.                Perkembangan Islam Di Kalimantan Selatan
            Penduduk asli Pulau Kalimantan disebut orang Dayak. Orang Dayak yang mendiami Pulau Kalimantan tersebut terdiri atas beberapa suku. Masing-masing suku mempunyai kepercayaan masing-masing. Tetapi pada dasarnya kepercayaan mereka itu mempunyai persamaan-persamaan yang banyak. Istilah yang populer menyebut kepercayaan mereka adalah kepercayaan Kaharingan.
            Penduduk asli tersebut kemudian terdesak ke arah pedalaman. Di pesisir barat terdesak oleh orang-orang Melayu dan Cina, di selatan terdesak oleh orang-orang Melayu dan orang-orang Jawa, dan di bagian tenggara terdesak oleh orang-orang Bugis, Makasar dan Sulu.
            Orang Dayak yang mendiami daerah-daerah pedalaman Kalimantan tersebut dapat dibagi atas 7 macam suku, yakni:
1. Suku Dayak Kenya dan Bahau yang mendiami pedalaman Mahakam.
2. Suku Dayak Punan, yang mendiami pedalaman daerah Berau.
3. Suku Dayak Siang, yang mendiami pedalaman Barito Hulu.
4. Suku Dayak Kayan, yang mendiami perbatasan Serawak.
5. Suku Dayak Iban dan Kalemantan, yang mendiami pedalaman Kalbar dan utara.
6. Suku Dayak Ngaju, yang mendiami pedalaman Kapuas, dengan suku-suku kecilnya, yakni:
a. Dayak Lawangan, yang mendiami pedalaman Barito Timur.
b. Dayak Manyan, yang mendiami pedalaman Balangan dan Barito Selatan.
7. Suku Dayak Ot Danum, yang mendiami pedalaman Tumbang Siang, Tumbang Miri, Tumbang Lahang dan sekitarnya.
            Selanjutnya sehubungan dengan telah terdesaknya penduduk asli tersebut ke daerah pedalaman oleh suku-suku pendatang, maka ada beberapa pendapat mengatakan suku yang kemudian mendiami di daerah-daerah pesisir tersebut adalah perpaduan dari orang-orang dari suku pendatang. Timbulnya suku Banjar kemudian yang mendiami daerah Kalimantan Selatn adalah keturunan yang lahir dari percampuran orang-orang Melayu dan Jawa serta Olo (orang) Ngaju yang telah bercampur dan kawin-mawin selama beberapa generasi di daerah tersebut. Percampuran itu ditambah lagi dengan pendatang-pendatang lain seperti orang-orang Bugis, Cina, India dan Arab.
a.      Budaya
            Unsur-unsur animisme (kepercayaan kpd roh yg mendiami semua benda seperti pohon, batu, sungai, gunung, dsb), dynamisme (kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yg dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dl mempertahankan hidup) dan spiritisme (kepercayaan bahwa roh dapat berhubungan dng manusia yg masih hidup) atau daemonisme (aliran filsafat etika yg menafsirkan tujuan manusia sehingga tercapainya kebahagiaan yg paripurna akibat mekarnya segala potensi manusia)[15] yakni serba semangat yang terdapat dalam kepercayaan Kaharingan, merupakan unsur-unsur yang ternyata masih berpengaruh dalam tradisi dalam kehidupan masyarakat orang Banjar kemudian.
            Sementara itu ada juga data yang menunjukkan adanya hubungan Kerajaan Majapahit dengan daerah Banjar, yakni terdapatnya nama beberapa tempat di daerah Kalimantan Selatan dalam daftar daerah-daerah yang menjadi bagian dari kerajaan Majapahit tersebut. Dalam daftar itu terdapat nama-nama daerah; seperti: Pasir, Baritu (Barito), Tabalung (Tabalong), dan lain-lain.
            Di samping itu dalam Hikayat Banjar disebutkan bahwa Pangeran Suryanata yang menjadi suami Putri Junjung Buih, adalah putra raja Majapahit.
            Adanya hubungan antara Majapahit dengan daerah ini, merupakan petunjuk bahwa agama Syiwa-Budha sampai pula ke daerah Kalimantan Selatan. Hal ini dikuatkan dengan adanya situs candi-candi di daerah ini, seperti Candi Agung di Negara Dipa (Amuntai) dan Candi Laras di Negara Daha (Margasari-Rantau). Ditemukannya lingga dan arca-arca berupa Nandi dan Batar Guru di situs Candi Laras, menunjukkan adanya unsur-unsur Syiwa yang pernah berkembang di daerah ini.
            Dengan demikian agama Islam yang masuk ke Kalimantan Selatan ini, berkemban pada masa permulaannya di kalangan masyarakat yang sebelumnya telah dipengaruhi oleh unsur-unsur Kaharingan dan Syiwa-Budha. Agama Islam yang masuk itu kemudian dianut oleh sebagian besar masyarakat Kalimantan Selatan, yang sebelumnya telah menganut kepercayaan Kaharingan, agama Syiwa-Budha atau syncritisme dari agama-agama tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa ajaran-ajaran Islam yang mula-mula berkembang di daerah Kalimantan Selatan ini, menghadapi pengaruh dari unsur-unsur kepercayaan tersebut.
            Untuk itu dapat diikuti kutipan berikut, yakni kebiasaan lama yang dikenal oleh masyarakat di daerah Banjar:
            “Orang meminta selamat ketika mendirikan rumah, sembuh dari sakit, berlindung dari bahaya yang ditakuti atau ada hajat yang ingin dikabulkan dan sebagainya, lalu dibutlah nasi ketan yang ditempa-tempa seperti bentuk stupa dengan inti di puncaknya, bentuk stupa seperti yang pertama kali dibangun oleh Asoka, atau bentuk gunung mythologis perlambang pusat dunia dan keindahan, suatu yang dianggap keramat oleh pemeluk Hindu-Budha.
            Upacara sajenan seperti itu tidak diberantas oleh penyiar Islam di waktu iti, hanya mantera-mantera yang semula ditujukan kepda roh gaib dan dewa-dewa diganti dengan do’a dan zikir kepada Allah. Upacara seperti ini di Kalimantan Selatan dikenal dengan sebutan “halarat”, demikian juga “batumbang”, “baanjur-anjur dengan 40 macam juadah”, adalah sesajen zaman pra Islam. Acara “badudus”, “mandi-mandi”, dan “baayun anak” adalah adat di zaman Hindu yang kemudian dituang dalam tuangan Islam dengan bacaan shalawat kepada Nabi.
            Kehidupan Islam yang berkembang di masyarakat Banjar seperti yang digambarkan di atas menjalani masa yang cukup lama. Orang Banjar pada umumnya menjunjung tinggi ajaran-ajaran Islam, tetapi dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan ibadah dan amaliah masih banyak yang belum dapat melepaskan diri dari tradisi-tradisi kepercayaan dan agama yang berkembang sebelumnya.
            Sejak masa suriansyah proses islamisasi berjalan cepat, sehingga dalam waktu yang relatiftidak terlallu lama islam sudah menjadi identitas orang banjar. Perubahan agama istana dari hindu menjadi islam dipandangn oleh rakyat awam sebagai hal yang sewajarnya saja, dan tidak perlu mrubah loyalitas mereka. Rupa-rupanya dulu kelompok dayak  itu bertetangga dekat dengan kelompok-kelompok islam, sehingga sebagian kelompok dayak beralih agama, bahkan orang dayak pun ada yang ikut membantu membangun masjid. Namun ada juga sebagian yang ikut mengasingkan diri. Dari kehidupan beda budaya tersebut terjadi pertukaran budaya yang menyebabkan islamisasi sekelompok suku dayak tertentu, yang makin memeperluas penyebaran islam di banjar.[16]
b.      Ekonomi
            Memasuki abad ke 17 Banjarmasin telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Hal ini terjadi sehubungan dengan tindakan Kerajaan Mataram yang telah menyerang dan menghancurkan kota-kota pantai di utara Jawa, sehingga pedagang-pedagang pindah secara besar-besaran ke Makasar dan Banjarmasin. Dan pada waktu itu pula terjadi perubahan jalan dagang ke Maluku melalui Makasar, Kalimantan Selatan, Patani dan Cina, atau dari Makasar dan Banten ke India.
            Pada waktu itu orang Banjar sudah banyak yang melakukan pelayaran berdagang ke luar daerah. Tradisi berlayar ini memberikan kemungkinan kepada orang Banjar untuk melakukan ibadah haji ke Mekah dengan menggunakan kapal-kapal sendiri.
            Mereka yang pergi menunaikan ibadah haji ke Mekah tersebut, biasanya tinggal beberapa tahun di sana sambil belajar pengetahuan agama. Mereka itu kemudian pulang dengan membawa pengetahuan dan kitab-kitab dari Mekah. Semakin banyak orang Banjar yang datang dari Mekah semakin banyak pandangan-pandangan baru yang masuk ke daerah ini.
            Di antara pandangan-pandangan baru yang masuk tersebut terdapat ajaran Sofi Al Hallaj, yang pernah diajarkan oleh Abdul Hamid di daerah ini. Selain itu telah masuk pula faham Syiah bersama para pedagang Arab dari suku Baalwi ke daerah ini. Sisa-sisa dari faham tersebut masih terdapat tradisi orang Islam di daerah ini, seperti pemakaian gelar Sayyid, penghormatan yang khusus terhadap turunan Ali dngan melakukan acara-acara tertentu, dan lain sebagainya. Di samping hal-hal tersebut di atas, maka pada waktu orang-orang Banjar telah banyak yang pergi haji tersebut, masuk juga nilai-nilai baru dalam aliran Ahlussunnah wal Jama’ah aliran Islam yang telah berkembang sebelumnya.
            Tetapi sampai pada awl abad ke 18 nilai-nilai baru yang masuk bersama orang-orang yang datang dari Mekah tersebut tidak banyak tampak dalam masyarakat. Usaha pembaharuan dan penyebaran agama Islam yang bersumber langsung dari Mekah tersebut baru dimulai pada pertengahan abad ke 18, yakni oleh seorang ulama kelahiran Martapura yang lebih 30 tahun memperdalam ilmu agama di Mekah dan Madinah, Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
            Usaha perdagangan besar dan menengah pada zaman kerajaan mungkin sekali dilakukan oleh para bangsawan tinggi, pembesar-pembesar kerajaan dan saudagar, disamping tentu saja saudagar-daudagar asing. Barang atau hasil produk rakyat yang dikuasainya, yang menjualnya kembali kepada saudagar baik luar daerah maupun luar negri. Usaha ekspor dan impor ini juga dilakukan oleh padagang-pedagang pendatang yaitu pedagang pedagang eropa, cina jawa, dan lain-lain.[17] Karena semakin luas dan berkembangnya jalur perdagangan, hal ini juga mempengaruhi islam di wilayah lain untuk berinteraksi dengan penduduk asli banjar maupun penduduk pendatang yang ada di banjar sehingga budaya islam luar juga bercampur dengan budaya yang ada di banjar.







KESIMPULAN
1.      Masuknya agama Islam ke Kalimantan Selatan tidak identik dengan berdirinya Kerajaan Banjar (Banjarmasin):
a.       Islam masuk ke Kalimantan Selatan setidak-tidaknya pada awal abad ke 15, bersama datangnya pedagang-pedagang Gujarat dan Cina yang singgah berdagang di bandar-bandar Kalimantan Selatan;
b.      Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam pertama di Kalimantan selatan. Rajanya berna Raden Samudera, yang setelah beragama Islam bernama Sultan Suriansyah. Memerintah sekitar tahun 1526-1550;
c.       Sejak berdirinya Kerajaan Banjar penyebaran Islam dilakukan lebih giat dan meluas. Pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah terkenal seorang yang berjasa dalam penyebaran Islam di Kalimantan Selatan bernama Khatib Dayyan.
2.      Masyarakat Kalimantan selatan yang mula-mula menerima ajaran Islam tersebut, masih tidak dapat melepaskan diri dari unsur-unsur kepercayaan lama (Kaharingan, Syiwa-Budha). Kegiatan-kegiatan mereka yang berhubungan dengan ibadah dan amaliah dalam keagamaan masih dipengaruhi oleh tradisi-tradisi kepercayaan yang pernah berkembang sebelumnya.
3.      Pembaharuan-pembaharuan dan penyebaran ajaran Islam yang langsung bersumber dari Mekah baru dimulai pada awal abad ke 18, yakni oleh Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. Dalam usaha penyebaran ajaran Islam tersebut beliau melakukan pengajian dan penyebaran anak cucu /murid-muridnya ke daerah-daerah pedalaman Kalimantan Selatan, di samping juga menulis buku-buku agama yang kemudian tersebar di beberapa daerah di Nusantara bahkan sampai dan digunakan di beberapa negara Asia tenggara.[18]


DAFTAR PUSTAKA
Alfani, Daud.  Islam dan Masyarakat Banjar- deskripsi dan analisa kebudayaan banjar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1997.
http://dellasejarah.blogspot.com/2010/10/zaman-baru.html, diakses pada 22 Februari 2015.
http://fenomenalogis.blogspot.com/2014/12/islam-di-kalimantan-selatan-sejarah.html, diakses pada 22 Februari 2015.
http://hadizomponk.blogspot.com/, diakses pada 22 Februari 2015.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar, diakses pada 22 Februari 2015.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kalimantan, diakses pada 22 Februari 2015.
http://ramlinawawiutun.blogspot.com/2009/04/perkembangan-islam-di-kalimantan.html, diakses pada 22 Februari 2015.
http://ramlinawawiutun.blogspot.com/2009/04/perkembangan-islam-di-kalimantan. , diakses pada 22 Februari 2015.
http://vandjava.blogspot.com/, diakses pada 22 Februari 2015.
http://www.artikata.com/index.php, diakses pada 22 Februari 2015.
http://www.bukupr.com/2011/10/kerajaan-kesultanan-banjar.html?m=, diakses pada 22 Februari 2015.
http://www.scribd.com/doc/95975180/Perkembangan-Islam-Di-Kalimantan-Selatan#scribd, diakses pada 22 Februari 2015.
https://baguskurniawan8.wordpress.com/2014/06/29/sejarah-masuknya-islam-di-kalimantan/, diakses pada 22 Februari 2015.
Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka, 2010.
Tim Sahabat, Datu Datu Terkenal Kalimantan Selatan. Kandangan: Sahabat, 2010.


[1]http://sophieannysa.blogspot.com/2013/12/bab-i-pendahuluan-1.html diakses pada 22 Februari 2015
[2]http://fenomenalogis.blogspot.com/2014/12/islam-di-kalimantan-selatan-sejarah.html diakses pada 22 February 2015
                [3] Tim Sahabat, Datu Datu Terkenal Kalimantan Selatan, ( Kandangan: Sahabat, 2010), h.11.
[4]http://dellasejarah.blogspot.com/2010/10/zaman-baru.html diakses pada 22 Februari 2015
                [5] Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: Balai Pustaka, 2010),h. 85
[6]http://www.scribd.com/doc/95975180/Perkembangan-Islam-Di-Kalimantan-Selatan#scribd diakses pada 22 Februari 2015
[7]http://hadizomponk.blogspot.com/ diakses pada 22 Februari 2015
[8]http://ramlinawawiutun.blogspot.com/2009/04/perkembangan-islam-di-kalimantan.html diakses pada 22 Februari 2015
[9]http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banjar diakses pada 22 Februari 2015
[10]http://www.bukupr.com/2011/10/kerajaan-kesultanan-banjar.html?m=1 diakses pada 22 Februari 2015
                [11]Tim Sahabat, Datu Datu Terkenal Kalimantan Selatan, ( Kandangan: Sahabat, 2010), h.11.

[12]http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Kalimantan diakses pada tanggal 22 Februari 2015
[13]https://baguskurniawan8.wordpress.com/2014/06/29/sejarah-masuknya-islam-di-kalimantan/ diakses pada 22 Februari 2015
[14]http://vandjava.blogspot.com/ diakses pada 22 Februari 2015
                [15]http://www.artikata.com/index.php diakses pada 22 Februari 2015
                [16] Daud Alfani, Islam dan Masyarakat Banjar- deskripsi dan analisa kebudayaan banjar, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1997), hal.48.
                [17] Daud Alfani, Islam dan Masyarakat Banjar- deskripsi dan analisa kebudayaan banjar, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1997), hal.132.
                [18]http://ramlinawawiutun.blogspot.com/2009/04/perkembangan-islam-di-kalimantan.html diakses pada 20 Februari 2015

1 komentar:

  1. The Best Casinos in Las Vegas, Nevada (MapYRO)
    Find the best casinos 순천 출장마사지 in Las Vegas, Nevada (MapYRO). 전주 출장마사지 The 원주 출장샵 Wynn Las 대구광역 출장샵 Vegas Casino is located on the 서울특별 출장샵 northern end of the strip of Las Vegas Boulevard and

    BalasHapus